Minggu, 26 Januari 2014

indigeneous psychology (psikologi pribumi)



INDIGENEOUS PSYCHOLOGY(psikologi pribumi)

Sekitar beberapa bulan lalu, ketika saya baru pertama kali mendengar istilah Psikologi Pribumi (dalam referensi asing disebut dengan Indigeneous Psychology), saya belum dapat mencerna mengapa harus ada pembahasan terkait indigeneous psychology dalam ranah psikologi konvensional. Jika saya menilik dari Oxford Learner’s Dictionary, indigenous termasuk kata sifat yang berarti belonging naturally to a place; native. Sementara psychology sendiri berarti study of the mind and how it functions. Dalam banyak konferensi psikologi nasional, Indigeneous Psychology sering dipadankan sebagai Psikologi Pribumi.
Description: C:\Users\siti rukmana\Pictures\suku.jpg
Ilustrasi Psikologi Pribumi

Ilmu psikologi yang sekarang dipelajari secara luas oleh akademisi (dosen dan mahasiswa) dan masyarakat umum memang berasal dari dunia barat. Kebanyakan dasar perilaku yang melatarbelakangi sebuah teori juga terjadi dalam konteks barat. Bahkan sebuah paradigma psikologi bisa juga berasal dari konteks kehidupan pribadi sang peramu teori. Sebut saja Sigmund Freud dengan psikoanalisanya. Tentang bagaimana pandangan Freud mengenai Oedipus Complex ataupun Electra Complex yang berdasarkan pengalaman pribadinya. Kemudian ada Alfred Adler dengan Inferiority Complex-nya dan karakteristik kepribadian dilihat dari urutan kelahiran. Atau bahkan Jean Piaget dengan penelitian kognitif jangka panjang dengan anaknya sendiri yang kemudian melahirkan teori kognitif Piaget. Kemunculan teori dari pengalaman pribadi sang peneliti sering terjadi dalam disiplin ilmu apa saja, termasuk psikologi. Dengan kata lain, timbul paradoks antara psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang harus bisa berlaku universal dan perilaku manusia (yang menjadi kajian dalam psikologi) yang justru bersifat sangat individual dan khas.
Sebenarnya pertentangan itulah yang membuat ilmu psikologi menjadi menarik. Psikologi mempelajari perilaku makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna sekaligus paling misterius. Ilmu fisika bisa menjelaskan konsep universal tentang energi dan gerak. Jika Anda mengendarai mobil dari Jakarta ke Bandung, kemudian naik pesawat ke Surabaya, kecepatannya tetap akan dihitung dengan rumus yang sama. Bahkan Fisika dan Kimia bisa saja melakukan prediksi posisi atom (yang amat sangat kecil) dengan mekanika kuantum. Sekalipun Einstein muncul dengan gagasan radikal mengenai relativitas ruang dan waktu, manusia tetap mampu mengendalikan relativitas benda di sekitarnya. Justru ketika hendak mempejari perilaku internal manusia itu sendiri, timbul ke-relativitas-an yang luar biasa. Kemisteriusan perilaku muncul karena manusia adalah makhluk yang berpikir dan bernurani. Oleh karena itu ada peribahasa yang mengatakan bahwa “dalamnya samudera dapat diduga, dalamnya hati manusia siapa yang tahu”.
Lalu mengapa bahasan mengenai Psikologi Pribumi sangat diperlukan? Pertama, perilaku manusia tidak mungkin untuk dilihat dari perspektif yang sama secara mutlak. Contoh sederhana: Psikologi barat memperkenalkan istilah remaja dengan kondisi storm and stress-nya. Tapi tak langsung semua remaja di dunia akan mengalami storm and stress juga. Sang penggagas, G. Stanley Hall, bisa jadi menemukan konsep tersebut dari kondisi anak-anak Amerika Serikat yang beranjak dewasa (diistilahkan dengan “remaja”) pada awal abad ke-20. Globalisasi membuat konsep tersebut seakan terjadi pada semua remaja. Tapi toh kondisi tersebut memang jamak terjadi di kota besar. Remaja yang tinggal di pedesaan mungkin tidak mengalami “siksaan” perubahan dari anak-anak menjadi dewasa. Mereka bisa saja langsung bekerja dan menikah. Tidak seperti remaja di kota yang dituntut untuk belajar dan belajar, padahal secara biologis mereka sudah “tertarik” pada lawan jenis. Jadi memang harus ada sudut pandang “ke-pribumi-an” dalam konsep psikologi.
Alasan kedua adalah globalisasi yang terjadi nyaris di seluruh belahan dunia. Kondisi ini juga menjadi sebuah paradoks. Globalisasi (sebagai turunan kapitalisme) menginginkan penyeragaman pada seluruh sendi kehidupan manusia di dunia. Tapi globalisasi dan teknologi (terutama informasi) justru memberikan celah bagi siapa pun untuk membuat perubahan dan perbedaan secara cepat. Sebagai contoh, semakin banyak komunitas indie yang memiliki fokus pada berbagai hal. Lihat saja mulai dari komunitas distro, musik dan hiburan, buku, hingga politik. Semakin banyak tumbuh mal di kota besar dan semakin banyak usaha mandiri kreatif yang didirikan oleh kaum muda. Atau lihat saja revolusi yang tejadi di Timur Tengah. Globalisasi dan teknologi membuat para pemuda lebih mudah mengerahkan massa dan menyebarkan ide untuk perubahan. Jadi, semakin globalisasi ingin membuat dunia terlihat seragam, justru semakin banyak manusia yang ingin berbeda.
Pembahasan mengenai Psikologi Pribumi di Indonesia juga berkelindan dengan pembahasan mengenai Islamic Indigenous Psychology atau Psikologi Islami. Saya awalnya melihat bahwa mempelajari Psikologi Islami seperti mempelajari metafisika. Pada Psikologi Islami terdapat bahasan-bahasan sepeti astral (jiwa lepas dari tubuh) ataupun clairvoyance (kemampuan mendapatkan informasi secara langsung dari objek tertentu) menjadi hal-hal yang sulit untuk dipahami awam. Saya meyakininya namun hal tersebut sulit untuk dibuktikan secara empiris. Sementara salah satu syarat mutlak agar suatu bahasan bisa menjadi sebuah ilmu adalah prinsip keterukuran (measurable) dan objektif.
saya melihat bahwa konsep “keterukuran” dalam Psikologi Islami bisa terjadi dalam konteks yang sangat individual, apalagi jika dikaitkan dalam hubungan manusia dengan Sang Pencipta. Misalnya: Shalat adalah sarana bagi seorang muslim untuk bermunajat kepada Sang Khalik sekaligus untuk mencegah kemungkaran. Tapi mengapa banyak orang yang shalat tapi tetap melakukan kebohongan? Salah satu letak masalahnya adalah ketika manusia menjadikan ibadah sebagai ritual, bukan ruh dari kehidupan.
Psikologi Islami sebenarnya sedang mencari metode terbaik dalam “mengilmiahkan” perilaku manusia, yang tidak hanya dilihat dari perilaku secara kasat mata, tapi juga bagaimana membuat manusia lebih dekat kepada Tuhan melalui perilakunya itu. Dari definisi itu saja, paradigma Psikologi Islami jelas jauh berbeda dari Psikologi Barat. Saya berharap bahasan dalam Psikologi Islami di Indonesia tidak terjebak pada “mengukur kebaikan perilaku manusia” dari ritual ibadah semata (seperti salat, dzikir) atau terjebak pada bahasan normatif saja. Mungkin Psikologi Islami harus dikembangkan secara revolusioner, tidak harus mengacu pada pengembangan ilmu ala barat, karena ada banyak fenomena perilaku manusia terkait keberagamaan yang bersifat sangat khas dan individual. Ada banyak fenomena spiritual yang mengubah perilaku manusia dan tidak dapat dijelaskan oleh logika, tapi bisa dirasakan dengan hati. Jika masih berpijak pada metode ala barat, fenomena tersebut hampir mustahil dapat dijabarkan. Jadi, ada keharusan untuk merevolusi paradigma ilmu.
Nah, apakah Anda mulai melihat ke mana arahnya Psikologi Pribumi dan Psikologi Islami ini? Sebenarnya ada banyak kearifan lokal kebudayaan Indonesia yang menarik untuk dibahas dalam konteks psikologi. Seperti contoh yang tadi telah saya kemukakan, Anda mungkin bisa saja menganalisis kenakalan remaja di Makassar dengan “pisau” teori universal Storm and Stress dari G. Stanley Hall. Namun Anda tidak bisa melepaskan perilaku remaja tadi dari akar budaya setempat di mana mereka tinggal dan menghabiskan waktu bermainnya. Bisa saja pada suatu saat di masa depan, psikologi bak negara yang memiliki kekhasan sendiri di tiap-tiap wilayah. Ada Psikologi untuk wilayah Asia, Psikologi Amerika, Psikologi Eropa, Psikologi Australia, Psikologi Afrika, dan masih banyak lagi. Intinya, kita mempelajari psikologi agar lebih menghargai perbedaan perilaku yang menjadi KENISCAYAAN pada manusia. Bukan justru memaksakan orang lain agar mengikuti apa yang kita yakini sebagai sebuah kebenaran. Biarlah orang lain menemukan sendiri kebenaran bagi mereka, karena manusia adalah mahkluk paling unik dan paling misterius yang diciptakan oleh Sang Khalik. Biarlah dunia tersenyum melihat perbedaan yang ada di antara kita.

Jumat, 03 Januari 2014

pengaruh budaya dan subbudaya terhadap perilaku konsumen


                                                  BAB I
                                                     PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Dengan kata lain faktor budaya merupakan faktor paling utama dalam perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Menurut suatau analisis, lahirnya masyarakat konsumsi pertama kali muncul di Inggris pada abad ke XVII ketika ada bebarapa kejadian penting yang berlangsung. pengaruh budaya dapat mempengaruhi berbagai makna budaya dalam masyarakat dalam suatu proses yang berkesinambungan dan timbal balik yang hamper mirip dengan analisis roda konsumen. Budaya konsumsi yang muncul juga dipengaruhi oleh strategi pemasaran, konsumsi massal meningkat sejalan dengan semakin banyaknya orang yang memiliki pendapatan. Gambaran singakat kejadian yang kompleks di awal terbentuknya masyarakat konsumsi modern menunjukan pentingnya budaya dalam uapaya memahami perilaku konsumen.
Konsumen adalah makhluk social, yaitu makhluk yang hidup bersama dengan orang lain, berinteraksi dengan sesamanya. Orang-orang sekeliling inilah yang disebut sebagai lingkungan social konsumen. Konsumen saling berinteraksi satu sama yang lain, saling mempengaruhi dalam membentuk perilaku, kebiasaan, sikap, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianggap penting. Salah satunya unsur lingkungan social adalah budaya.

1.2   Rumusan Masalah
1.2.1        Memaparkan penjelasan mengenai pengruh budaya dan sub-budaya terhadap perilaku konsumem.
1.2.2        Memaparkan apa yang diabahas dalam Unsur-unsur budaya.
1.2.3        Memaparkan Tinjauan su-budaya budaya.
1.2.4        Memaparkan cakupan dan lintas sub-budaya
1.2.5        Memaprkan bauran pemasaran dalam lintas budaya



1.3     Tujuan
1.3.1        Mengetahui pengertian budaya.
1.3.2        mengetahui apa saja yang dibahas dalam unsure-unsur budaya.
1.3.3        mengetahui lintasan budaya.
1.3.4        mengetahui cakupan dan lintas budaya dalam pemasaran.
1.3.5        mengetahui bauran pemasaran.

1.4      Manfaat
1.4.1 memberikan informasi dan masukan kepada mahasiswa-mahasiswi serta tenagapengajar tentang materi “persepsi sosial” dan “sikap”
1.4.2  penulis bisa lebih mengetahui penran budaya dan sub-budaya dalami mempengaruhi   perilaku konsumen .
1.4.3 penulis bisa lebih mengetahui apa saja cakupan budaya dan subdudaya dalam mempengaruhi prilaku konsumen.


                                                                






 
                                                               BAB II
                                        PEMBAHASAN
A.      Pengertian Budaya
 salah satu unsur lingkungan sosial adalah budaya ( culture ). Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol, yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Budaya buka hanya bersifat abstrak tetapi bisa berbentuk objek material seperti rumah, kendaraan, peralatan elektronik, pakaian, indang-undang, makanan, minuman, musik, teknologi, dan bahasa.  Menurut Peter dan Olson (1999) ,arti/makna budaya adalah jika sebagian besar dari orang yang berada di dalam sebuah kelompok sosial memiliki pemahaman mendasar yang sama terhadap makna tersebut.
Engel,Blackwell dan Miniard (1995) menyebutkan 10 sikap dan perilaku yang sangat dipengaruhi oleh budaya , yaitu :
1.      Kesadaran diri dan ruang (sense of self and space).
2.      Komunikasi dan bahasa.
3.      Pakaian dan penampilan.
4.      Makanan dan kebiasaan makan.
5.      Waktu dan kesadaran akan waktu.
6.      Hubungan keluarga, organisasi, dan lembaga pemerintah.
7.      Nilai dan norma.
8.      Kepercayaan dan sikap.
9.      Proses mental dan belajar.
10.  Kebiasaan kerja.

B.   Unsur-Unsur Budaya
1.      Nilai (Value)
Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat., Nilai mengarahkan seseorang untuk berperilaku yang sesuai dengan budayanya.  Nilai akan mempengaruhi sikap seseorang, yang kemudian sikap akan mempengaruhi perilaku seseorang.

Contoh nilai-nilai yang dianut orang Indonesia :
a.       Laki-laki adalah kepala rumah tangga.
b.      Menghormati orang tua dan orang yang lebih tua.
c.       Hamil diluar nikah adalah aib.
            Perubahan Beberapa Nilai :

Nilai yang Berubah

Pengaruh Terhadap Konsumsi

Dulu sedikit wanita yang memakai jilbab, sekarang banyak wanita yang memakai jilbab.


Kebutuhan akan pakaian muslimah meningkat

Semakin banyak wanita mulai bekerja diluar rumah

Pemakaian kosmetik, pakaian kerja, dan transportasi meningkat


Wanita diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan

Permintaan pakaiana, peralatan sekolah, transportasi meningkat


Wanita banyak memakai celana panjang sebagai pengganti rok

Permintaan celana panjang meningkat

Laki-laki banyak yang hobi kesalon dan menggunakan anting

Frekuensi ke salon meningkat dan permintaan perhiasan meningkat





2.      Norma (Norms)
  Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Norma di bagi dua yang pertama norma yang disepakati berdasakan aturan pemerintah, biasanya berbentu peraturan , undang-undang. Norma yang kedua adalah norma yang ada dalam budaya dan bisa di pahami dan dihayati jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang sama.

3.       Kebiasaan (Customs)
Kebiasaan adalah berbagai bentuk perilaku dan tindakan yang diterima secara budaya. Kebiasaan diturunkan dari generasi ke generasi secara turun temurun.
Beberapa Perayaan Keagamaan di Berbagai Daerah
Daerah
Budaya
Keterangan
Pengaruh Terhadap Konsumsi
Padang
Manjalang Mintuo
Mengantar makanan ke rumah mertua sebelum bulan puasa, dalam bulan puasa, dan saat lebaran
Meningkatkan pembeliaan bahan makanan (beras, lauk pauk)
Riau
Balimau kasai
Mandi bersama di sungai sehari sebelum puasa ramadhan
Sarana transportasi, makanan, minuman, perlengkapan mandi, mainan anak, dan hiburan
Aceh
Rabu abek
Pergi ke tempat wisata minggu terakhir menjelang puasa
Meningkatkan pembeliaan bahan makanan



Beberapa Perayaan Perkawinan di Berbagai Daerah
Daerah
Perayaan
Keterangan
Pengaruh Terhadap Konsumsi
NTT
Belis
Persyaratan meminang dengan memberikan ternak, kain dan emas kepada calon istri
Pakaian, makanan, minuman, perhiasan, ternak
Manado
Maso minta
Acara melamar yang dilakukan pria ke wanita
Meningkatkan pembelian sandang, pangan dan bunga
Kalimantan, Sulawesi, Padang, Aceh, Riau
Pelangkahan
Sanksi kepada adik perempuan yang mendahului menikah dengan cara memberikan kerbau, sapi, perhiasan, pakaian dan perlengkapannya kepada kakak perempuan yang belum menikah
Kerbau, sapi, perhiasan, pakaian dan perlengkapannya


4.      Larangan (Mores)
Larangan adalah berbagai bentuk kebiasaan yang mengandung aspek moral, biasanya berbentuk tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam suatu masyarakat. Pelanggaran terhadap larangan tersebut akan mengakibatkan sangsi sosial. Biasanya bersumber dari budaya atau nilai-nilai agama.


Beberapa Larangan yang Dijumpai di Beberapa Daerah
Larangan
Alasan
Apabila istri hamil dilarang bagi suami/istri melukai atau membunuh binatang
Anaknya akan cacat
Dilarang foto bertiga
Karena nanti salah satunya akan celaka
Anak gadis tidak boleh duduk di depan pintu dan tangga
Nanti akan terjadi sesuatu yang buruk, yang bisa berakibat susah dapat jodoh

5.   Konvensi (Conventions)
      Konvensi menggambarkan norma dalam kehidupan sehari-hari, anjuran atau kebiasaan bagaimana seseorang harus bertindak sehari-hari, dan biasanya berkaitan dengan perilaku konsumen yang rutin dilakukan konsumen. Contohnya minum teh dan kopi dengan gula, memasak menggunakan garam, anak yang menyebut orang tuanya ayah/ibu, ayah/bunda, papa/mama, umi/abi, mami/papi.
6.   Mitos
Mitos menggambarkan sebuah cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai dan idealisme bagi suatu masyarakat. Mitos sering kali sulit di buktikan kebenarannya. Contohnya pada masyarakat jawa mengenai raja-raja dan wali songo.
7.   Simbol
     Simbol adalah segala sesuatu (benda, nama , warna, konsep) yang memiliki arti penting lainnya ( makna budaya yang diinginkan). Contoh bendera warna kuning yang dipasang disuatu tempat adalah simbol bahwa ada warga yang meninggal di daerah tersebut.
8.    Budaya dan Konsumsi .
   Budaya mempengaruhi bagaimana individu mengambil keputusan, budya adalah variable utama  dalam penciptaan dan komunikasi makna didalam produk. Persepsi konsumen terhadap sesuatu termasuk bagaimana cara berpikir, percaya, dan bertindak ditentukan oleh lingkungan budaya sekitar konsumen itu berada serta kelompok yang berhubungan dengan konsumen. Kebudayaan mengimplikasikan sebuah cara hidup yang dipelajari secara total dan diwariskan. hal ini mengandung arti bahwa kebudayaan tidak hanya mencakup tindakan yang berlandaskan naluri tapi juga dipelajari.
Kebudayaan mempengaruhi perilaku pembelian karena budaya menyerap ke dalam kehidupan sehari-hari. Budaya menetapkan apa yang kita dengar dan makan, dimana kita tinggal dan kemana kita bepergian. Budaya mempengaruhi bagaimana kita membeli dan menggunakan produk dan kepuasan kita tehadap produk-produk tersebut.

C.   Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Konsumen
            Produk dan jasa memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi budaya, karena produk mampu membawa pesan makna budaya. Makna budaya akan dipindahkan ke produk dan jasa, dan produk kemudian dipindahkan ke konsumen dalam bentuk pemilikan produk (possession ritual), pertukaran (exchange ritual), pemakaian (grooming ritual), dan pembuangan (divestment ritual).
1.      Budaya Populer
Mowen dan Minor (1998) mengartikan budaya populer sebagai budaya masyarakat banyak yang mudah dipahami dan tidak memerlukan pengetahuan khusus.
a.  Iklan
        Iklan dalam berbagai bentuknya seperti iklan media cetak atau pun elektronik. Setiap hari konsumen disajikan beragam iklan produk dan jasa melalu berbagai media. Konsumen pun bisa menikmati iklan-iklan mancanegara yang ditayangkan di tanah air, karena iklan telah menjadi budaya internasional.
b.      Televisi
         Televisi adalah medium untuk menyampaikan banyak hal kepada masyarakat : sosial, politik, hiburan, olahraga, beragam berita, dan iklan komersial. Budaya hiburan seperti sinetron, film, ruang konsultasi, musik, quis, ceramah agama, dan kerohanian. Beberapa nama stasiun televisi, sctv, rcti, metro tv, tv one, trans tv, trans 7 , indosiar, riau tv dll.
c.       Musik
         Musik telah menjadi budaya populer yang sangat penting. Musik juga banyak dipakai oleh iklan – iklan produk dan jasa. Konsumen indonesia sangat terbuka dalam menerima jenis musik dari mancanegara.

d.   Radio
         Ada fungsi radio yang tidak bisa digantikan, konsumen bisa mendengarkan radio sambil bekerja, mengemudi dan melakukan kegiatan lainnya. Sejak penggunaan telepon selular, radio meciptakan budaya baru yaitu interaktif antara pendengar dan penyiar radio, radio bisa menyiarkan langsung kejadian – kejadian penting di masyarakat.
e.       Pakaian danAsesoris
         Pakaian menggambarkan suatu budaya dan bangsa. Konsumen selalu membutuhkan pakaian dan asesoris berbeda untuk tujuan yang berbeda. Kebutuhan pakaian dan asesoris yang berbeda antar waktu dan situasi ini yang menyebabkan permintaan selalu meningkat.
f.           Permainan (Games)
           Seiring dengan berkembangnya teknologi alat-alat elektronik seperti komputer, playstation, nintendo, PSP dll, maka berkembang pula segala macam jenis permainan. Setiap era selalu memiliki budaya permainan populer yang berbeda.
g.         Film
          Film telah mewarnai kehidupan masyarakat indonesia dan dunia. Film bisa di tonton di bioskop televisi, vcd dll dari anak-anak hingga dwasa. Film menjadi hiburan bagi konsumen. Semua jenis prosuk, iklan produk di tayangkan pada saat pemutaran film.
h.   Komputer
         Komputer, internet dan telepon genggam menjadi ciri budaya modern suatu bangsa pada dekade ini termasuk ciri budaya populer yang membawa perubahan pada perilaku konsumen. Dahulu hanya menggunakan mesin ketik untuk mengolah data, menulis dokumen. Kehadiran internet konsumen bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Pemakaian telepon genggam juga memiliki perilaku yang baru bisa mengirim kabar dengan cepat conothnya penggunaan SMS.
2.      Strategi Pemasaran dengan dan Memperhatikan Budaya
Beberapa strategi pemasaran bisa dilakukan dengan pemahaman budaya suatau masyarakat, pemasar  dapat merencanakan strategi pemasaran pada penciptaan produk, segmentasi dan promosi. Pemahaman tentang budaya suatu masyarakat dan bangsa akan memberikan inspirasi mengenai produk yang dibutuhkan oleh konsumen.
Contohnya pada masyarakat indonesia telah mempercayai perawatan kecantikan, menjaga kebugaran tubuh dan menyembuhkan berbagai penyakit menggunakan tumbuh-tumbuhan , kewirausahaan pun memanfaatkan pengetahuan budaya tersebut untuk membuat produk tradisional seperti jamu. Produsen jamu Nyonya Meneer memiliki 3000 karyawan dan mendistribusikan produknya keseluruh propinsi di indonesia bahkan mengekspor ke jiran malaysia. 
a.   Penciptaan Ragam Poduk
Beragamnya budaya dalam berbagai masyarakat bagi pemasar seharusnya menjadi peluang sangat baik. Dalam suatau budaya tertentu, banyak sekali ritual-ritual budaya yang membutuhkan barang-barang yang dijadikan sebagai symbol tertentu.
b.         Segmentasi Pasar
Ritual budaya yang dijalankan masyarakat dapat merupakan suatu segmen pasar tersendiri. misalnya, ritual mudik lebaran dapat dijadikan satu segmen pasar “pasar mudik lebaran”.
c.     Promosi
setelah segmentasi dilakukan, strategi promosi dapat difokuskan segmen sasaran saja agar efektif dan efisien. pemahaman budaya bisa dijadikan dasar untuk memposisikan produk melalui iklan, Iklan dirancang sehingga mempisisikan produk untuk ritual budaya-budaya

D.   Tinjauan Sub Budaya
Subbudaya adalah kelompok budaya berbeda yang ada sebagai sebuah segmen yang dapat dikenali dalam suatiu masyarakat yang lebih besar dan lebih kompleks, para nggotanya mempunyai kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang membedakan mereka dari para anggota masyarakat yang sama pada waktu yang sama, mereka memegang kepercayaan yang dominan dalam masyarakat secara keseluruhan. Subbudaya mempunyai focus yang lebih sempit dari pada budaya. Pembagian subbudaya didasarkan pada berbagai macam variable sosiobudaya dan demografis seperti kebangsaan, agama, lokasi geografis, ras, usia, gender, dan status pekerjaan.
Dalam setiap budaya terdapat kelompok-kelompok yang lebih kecil dimana memberika sosialisasi dan identifikasi lebih spesifik bagi para anggotanya, kelompo-kelompok ini disebut sub-budaya, dimana didalamnya teradapat sekelompok orang tertentu dalam sebuah masyarakat yang sama-sama memiliki makna budaya yang sama untuk tanggapan afeksi dan kognisi, prilaku, dan faktor lingkungan.
Budaya local yang berkembang pada umumnya mengikuti etnis masing-masing. variable lainnya yang mempengaruhi budaya local adalah agama, geografis, dan regional, usia serta jenis kelamin, variable tersebut disebut dengan sub-budaya, dalam beberapa hal karakteristik produk dapat disesuaikan dengan kebutuhan segmen pasar tertentu, karena para konsumen secara simulan adalah anggota beberapa kelompok subbudaya, pemasar harus menentukan untuk kategori prosuk tersebut bagaimana kenggotaan subbudaya tertentu saling berinteraksi untuk mempengaruhhi guna mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
1.      Afeksi dan Kognisi
Penilaian afeksi dan kognisi adalah penilaian terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang tindakannya cenderung ke arah  berbagai objek atau ide serta kesipan seseorang untuk melakukan tindakan atau aktifitas, Sikap sangat mempengaruhi keyakinan, begitu pula sebaliknya, keyakinan menentukan sikap. Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen, sikap dan keyakinan sangat berpengaruh dalam menentukan suatu produk, merek, dan pelayanan. sikap dan keyakinan konsumen terhadap suatu produk atau merek dapat diubah melalui komunikasi yang persuasive dan pemberian informasi yang efektif kepada konsumen.
2.      Perilaku
Perilaku merupakan suatu bentuk kepribadian yang dapat diartikan sebagai bentuk sifat-sifat yang ada pada diri individu, yang ditentukan oelh faktor internal  dan faktor eksternal.
3.      Faktor Lingkungan
Berdasarkan teori Gestal dan lapangan dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan merupakan kekuatan yang sangat berpengaruh pada perilaku konsumen. Penggunaan objek secara keseluruhan akan lebih baik dari pada hanya bagian-bagian. misalnya menampilkan produk, merek, dalam iklan, surat kabar, media masa.

E. Sub Budaya Demografi
1.      Sub-Budaya Etnis
            Etnis dapat diartikan sebagai kelompok orang yang mempunyai norma dan nilai spesifik yang sama dalam persepsi dan kognisi yang berbeda dengan persepsi dan kognisi kelompok lain dalam masyarakat yang lebih luas, nilai ini dapat terbentuk dari segi fisik, agama, geografis atau faktor lainnya namun tidak mutlak. Misalnya Etnis Sunda pada umum berkulit sawo matang dan beragama Islam berbeda dengan Etnis Papua yang berkulit hitam dan beragama kristen pada umumnya. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil, pualau yang penghuninya maupun yang tidak berpenghuni.
 Pulau- pulau tersebut dihuni oleh bermacam-macam Etnis yang berbeda. Tiap Etnis memiliki latar belakang, sejarah, norma, dan keunikan tersendiri.
Beberapa di antaranya ialah:
a.       Suku Bangsa Aceh
b.      Suku Bangsa Batak
c.       Suku Bangsa Minangkabau
d.       Suku Bangsa Jawa
e.       Suku Bangsa Sunda
f.       Suku Bangsa Bali
g.      Suku Bangsa Dayak
h.      Suku Bangsa Bugis dan Makasar
i.        Suku Bangsa Halmahera
j.        Suku Bangsa Asmat dan Dani
Apabila kita memahaman keragaman yang ada di dalam setiap etnis seperti halnya, norma yang dianut, kebiasaannya, sejarahnya dan lain-lain, maka kita akan dapat merancang suatu strategi pemasaran yang tepat yang tidak melanggar nilai-nilai dan norma yang dianut oleh Etnis tertentu.
Di Indonesia biasanya untuk sub-budaya Etnis pemasar melakukan strategi yang pada umumnya berhubungan dengan produk makanan misalnya seperti yang dilakukan oleh indomie dengan memasarkan produk mie instan selera nusantara. Selain itu beberapa kota besar di jawa banyak sekali terdapat tempat-tempat makanan/ restoran yang mengkhususkan produk makanan/ masakan dari etnis tertentu misalnya: Rumah Makan Padang, Rumah Makan Sunda, Rumah Makan Betawi dan lain-lain, dengan harapan orang-orang dari etnis tertentu tertarik untuk makan di tempat tersebut.

2.      Sub-Budaya Agama
            karena bervariasi dan pluraris serta sifatnya yang pribadi membuat kelompok agama mempunyai pengaruh penting bagi konsumsi suatu masyarakat, kelompok keagamaan akan memperlihatkan preferensi dan tabu yang spesifik.
Pemasar hendaknya dapat memperhatikan secara seksama preferensi dan tabu yang spesifik atas barang yang dihasilkan karena akan mempengaruhi perilaku pembeli dari sub-budaya kelompok kagamaan yang dimaksud.
Bagi pemasar di Indonesia, dimana mayoritas penduduknya beragama Islam mengharuskan mereka untuk mendapatkan sertifikasi halal untuk setiap produk yang berhubungan dengan makanan. Konsumen yang beragama Islam lebih cenderung memperhatikan kehalalan suatu produk, sebelum dia membeli produk tersebut, seperti perusahaan yang memproduksi Ajinomoto yang beberapa waktu lalu mempromosikan produknya secara gencar mengenai kehalalan produknya Di Bali yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu, mengharuskan seorang pemasar untuk tidak memasarkan produk makanan yang mengandung daging sapi. Bagi pemeluk agama Budha dan agama Kristen Advent yang tidak mengkonsumsi daging merupakan pasar tersendiri bagi seorang pemasar, misalnya dengan membuka rumah makan/ restoran vegetarian.

3.      Sub-Budaya Geografis dan Regional
            Daerah geografis suatu negara kadang mengembangkan budayanya sendiri. Daerah barat daya merika Serikat dikenal karena gaya hidup kasual yang meninjolkan busana yang nyaman, hiburan luar rumah, dan olahraga yang aktif dan juga tampak lebih inovatif ke arah produk baru sperti bedak kosmetisbila dibandingkan dengan sifat konservatif dan malu-malu yang mencirikan beberapa daerah negara tersebut.
            Di Indonesia masyarakat perkotaan/ kota besar pada umumnya menyukai jenis hiburan yang berhubungan dengan alam, lain halnya dengan masyarakat yang tinggal di daerah kabupaten atau kota kecil yang lebih memilih berlibur ke kota. Selain gaya hidup iklim juga menghasilkan suatu inti dari nilai-nilai di dalam suatu daerah geografis. Contohnya, Indonesia ada daerah-daerah tertentu yang iklimnya agak dingin, seperti daerah Jawa barat (lembang), perusahaan juga harus menyesuaikan produk apa yang sesuai untuk di pasarkan di daerah tersebut, misalnya baju/ pakaian hangat(sweater). 
Di Indonesia misalnya untuk produk mobil, pada daerah indonesia bagian barat khususnya daerah Sumatera yang masyarakatnya yang sebagian besar berusaha di bidang perkebunan lebih memilih/mengutamakan menggunakan kendaraan jenis “jeep”. Di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung saat ini masyarakat lebih memilih menggunakan mobil dengan ukuran kecil, pemasaran dalam hal ini Suzuki memasarkan mobil dengan nama Karimun dan Daihatsu dengan merek Ceria. Untuk wilayah Indonesia bagian timur khususnya daerah Papua yang masyarakatnya secara ekonomi masih kurang dibandingkan dengan masyarakat daerah lain, maka jenis kendaraan roda dua akan lebih diminati.
4.      Sub-Budaya Usia
            Kelompok usia dapat juga dianalisis sebagai sebuah sub-budaya karena sering memiliki nilai dan perilaku yang berbeda, namun pemasaran harus berhati-hati dalam mensegmen konsumen jika didasarkan pada usia mereka yang sebenarnya, karena sebagian konsumen dewasa merasa mereka masih muda, sebaliknya ada pula konsumen remaja yang menganggap dirinya sudah dewasa, hal semacam diatas dapat ditemukan misalnya dalam pernyataan” saya merasa masih muda”, “ saya tidak menyadari bahwa saya sudah tua” atau “ saya merasa sudah cukup dewasa”, pernyataan seperti di atas membuat seorang pemasar harus menganalisis ”
usia subjektif” atau “ usia kognitif” (usia yang dianggap sebagai usia yang dapat bagi diri pribadi seseorang), namun tetap mengtamakan usia kronologi atau usia nyata.
a.      Pasar anak dan remaja
Pasar anak dan remaja menjadi sangat penting bukan hanya karena mereka memilki pengaruh besar dalam pembelian rumah tangga,tapi juga daya beli mereka yang terpisah. Usia pasar anak dan remaja antara 7 sampai 19 tahun, selain alasan diatas mereka dianggap penting karena mereka juga sering ikut melakukan kegiatan pembelian bahkan ikut membuat/ menentukan daftar barang belanjaan. Di Indonesia hampir semua iklan melibatkan anak-anak dan remaja dalam komunitas suatu keluarga. Misalnya iklan”kecap bango”, iklan “Pasta Gigi Pepsodent”, iklan “Sabun Cuci Rinso” dan lain-lain.
b.      Pasar Baby Boomer
Yang dimaksud dengan Baby Boomer adalah mereka yang berumur antara 30-an sampai 40-an, dimana mereka memasuki tahun-tahun puncak penghasilan dan pengeluarannya. Kelompok ini menekankan arti pentingnya kesehatan dan olahraga serta pendidikan. Baby boomer memiliki dampak yang kuat pada pasar perumahan, mobil, panganan, pakaian, kosmetik dan jasa keuangan.
Para boomer yang berstatus orang tua baru adalah pasar yang paling menarik bagi para pemasar. Pasar untuk produk anak-anak juga ikut berkembang sejalan dengan perkembangan diatas.
Misalnya, penjualan mainan diharapkan meningkat dua kali lebih cepat dari populasi anak-anak yang menjadi sasaran mereka. Pasar lain, seperti jasa perawatan anak dan peranti lunak komputer untuk anak kecil, dapat meningkat dua kali lipat dalam beberapa tahun kedepan.
c.       Pasar Dewasa
Yang termasuk dalam usia pasar dewasa adalah yang berumur 55-64 disebut lebih dewasa, 65-74 disebut tua, 75-84 disebut tua sekali, dan renta diatas 85 tahun. Biasanya, pemasar mengabaikan pasar dewasa, mungkin karena diasumsikan memiliki daya beli yang rendah. Namun demikian, di samping jumlahnya yang besar, karakteristik ekonomis pasar ini layak mendapat perhatian penuh. Walaupun sebagian anggota kelompok ini tidak lagi bekerja, mereka sering sekali memiliki pendapatan yang dapat dibelanjakan dalam jumlah yang cukup besar.
Golongan tua merupakan pasar yang cukup besar untuk produk perawatan kulit, vitamin dan mineral, alat bantu kesehatan dan kecantikan, dan obat-obatan yang mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan kinerja sehari-hari.
5. Sub-Budaya Jenis Kelamin
            Untuk beberapa tujuan pemasaran, perbedaan jenis kelamin mungkin cukup signifikan untuk memandang kedua jenis kelamin sebagai suatu sub-budaya yang berbeda. Kepemilikan produk dipandang oleh sebagian pria sebagai cara untuk mendominasi dan mengungkapkan kekuasaan atas orang lain, membedakan dirinya dari orang lain dan mungkin bentuk terselubung dari agresi terhadap orang lain. Wanita, sebaliknya, cenderung menilai tinggi barang milik yang dapat memperkuat hubungan personal dan sosial. Sebagian pemasar melihat bahwa sangat bermanfaat untuk mengembangkan strategi pemasaran yang berbeda untuk sub-budaya pria dan wanita. Misal: Samsung yang mengeluarkan produk handphone yang diberi nama Samsung Queen A-400 yang dkhususkan untuk wanita dan Samsung Blue Cool yang dikhususkan untuk pria, Mie instans yang bermerek Cinta Mie yang mengandung Vitamin E untuk kulit (kecantikan) diprioritaskan untuk para wanita. 

F. LINTAS BUDAYA (CROSS CULTURAL CONSUMEN BEHAVIOR)
Dalam melakukan pemasaran yang melintasi batas-batas negara dituntut suatu interaksi dengan orang-orang dan lembaga-lembaga serta organisasi yang dikelola dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda.
Memahami tingkah laku konsumen bagi perusahaan yang memasarkan produknya dalam batas-batas suatu negara sudah cukup sulit. Pemasar internasional harus memahami perbedaan dan menyesuaikan produk serta program pemasarannya untuk memenuhi budaya dan kebutuhan unik konsumen dalam berbagai pasar..
Perbedaan-perbedaan kultural (culture difference) sangat mempengaruhi perilaku pasar. Supaya berhasil dikancah mancanegara, perusahaan harus memahami kultur negara-negara tujuan dan mempelajari bagaimana mengadaptasinya. Oleh karena itu, pemasar internasional perlu sedapat mungkin membiasakan diri dengan sifat kultural dari setiap negara, dimana mereka menggeluti lapangan usaha.
Secara umum bahwa kebudayaan harus memiliki tiga karateristik
1.      Kebudayaan dipelajari, artinya, kkebudayaan diperoleh setiap orang sepanjang masa melalui keanggotaan mereka di dalam suatu kelompok yang menurunkan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
2.      Kebudayaan bersifat kait-mengkait, artinya setiap unsur dalam kebudayaan sangat berkaitan erat satu sama lain, misalnya unsur agama berkaitan erat dengan unsur perkawina, unsur bisnis berkaitan erat dengan unsur status sosial.
3.      Kebudayaan dibagikan, artinnya prinsip-prinsip serta kebudayaan menyebar kepada setiap annggota yang lain dalam suatu kelompok.
Dari titik pandang seorang pemasar, suatu cara memperoleh pemahaman kebudayaan adalah menganalisis elemen-elemen kebudayaan dalam suatu negara, sebagai berikut:
1.  Kehidupan material
     mengacu pada kehidupan ekonomi, yakni apa yang dilakukan oleh    manusia untuk memperoleh nafkah.
2. Interaksi sosial
    interaksi sosial membangun aturan-aturan yang dimainkan seseorang dalam masyarakat, serta pola kekuasaan dan kewajiban mereka.
3.Bahasa
 komunikasi terungkap melalui kata-kata, gerak-gerik, air muka, dan gerakan tubuh lainnya. Oleh karena itu, seorang pemasar internasional harus berhati-hati dalam menangani persoalan bahasa dalam trensaksi-transaksi dagang, kontrak, negosiasi, reklame, dan sebagainya.
4.      Estetika
Estetika meliputi seni(arts), drama, musik, kesenian rakyat dan arsitektur yang terdapat dalam masyarakat. Nilai estetika dari suatu masyarakat tampak pada corak, bentuk, warna, ekspresi, simbol, gerak-gerik, emosi, perawakan yang bernilai dan berkaitan dengan suatu budaya tertentu. Atribut-atribut ini memiliki pengaruh pada desain/ model dan promosi untuk produk yang berbeda.
5.      Nilai dan sikap
 setiap kultur mempunyai seperangkat nilai dan sikap yang mempengaruhi hampir segenap aspek perilaku manusia dan membawa keteraturan pada suatu masyarakat/ individu-individunya.
6.      Agama dan kepercayaan
 agama mempengaruhi pandangan hidup, makna dan konsep suatu kebudayaan. Oleh karena prinsip dan sikap agama mungkin sangat mempengaruhi pemasaran barang dan jasa, maka pemasar internasional harus peka terhadap prinsip agama tuan rumah dimana mereka akan melakukan pemasaran.
8. Edukasi
      edukasi meliputi proses penerusan keahlian, gagasan, sikap dan juga pelatihan dalam disiplin tertentu. Salah satu fungsi edukasi adalah mentransmisikan kultur dan tradisi yang ada ke generasi baru. Meskipun demikian edukasi dapat pula digunakan untuk melakukan perubahan kultural.
7.      Kebiasaaan-kebiasaan dan tata karma
 kebiasaan (customs) adalah praktek-praktek yang lazim/mapan. Tata krama(manners) adalah perilaku-perilaku yang dianggap tepat di dalam suatu masyarakat tertentu. Para manajer harus memperhatikan perbedaan-perbedaan dalam cara produk digunakan.
8.      Etika dan Moral
 pengertian dari apa yang disebut benar dan apa yang salah didasarkan pada kebudayaan. Contoh: perbedaan perangai orang-orang jepang dan orang-orang korea juga menggambarkan masalah etika. Orang-orang jepang bersifat formal dan berhati-hati, sedangkan orang korea bersifat informal dan ramah.
G.  Analisis Lintas Budaya
            Analisis lintas budaya adalah perbandingan sistematik dari berbagai similaritas dan perbedaan dalam aspek-aspek fisik dan perilaku kultur. Dalam pemasaran, analisis lintas budaya digunakan dalam rangka mendapatkan suatu pengertian atas segmen-segmen pasar dalam dan di seberang batas-batas nasional. Tujuan analisis ini ialah menentukan apakah pemasaran, dapat digunakan di dalam satu atau lebih pasar asing ataukah harus dimodifikasi untuk memenuhi kondisi lokal. Dalam pemasaran, analisis lintas budaya sering memerlukan pengidentifikasian implikasi kultur terhadap peran-peran pembelian keluarga, fungsi produk, desain produk, aktivitas promosi dan penjualan, sistem saluran dan penentuan harga.
1.      Misinterpretasi Penilaian Lintas Budaya
Secara konseptual analisis kultural itu dapat didasarkan pada yang manapun dari ketiga pendekatan sebagai berikut:
a.      Pendekatan etnosentrime,
menganggap “kamilah yang terbaik”. Banyak perusahaan AS salah karena menganggap bahwa apa yang baik di tempat sendiri pasti baik juga di pasar-pasar luar negeri.
b.      Pendekatan asimilasi,
 menganggap bahwa karena Amerika adalah wadah percampuran budaya, maka ciri-ciri khas budaya yang tampak di masyarakat Amerika pasti cocok di manapun.
c.       Pendekatan keunggulan pandangan tuan rumah,
memberi perhatian pada keadaan pasar dan menekankan kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada ciri khas budaya setempat, budaya tuan rumah.
Berikut adalah garis besar analisis antar budaya mengenai tingkah laku konsumen:
1.               Menentukan motivasi yang relevan dalam suatu budaya.
2.               Menentukan karateristik pola tingkah laku.
3.               Menentukan bidang nilai budaya mana yang relevan dengan produk ini.
4.               Menentukan bentuk karateristik dalam membuat keputusan.
5.               Mengevaluasi metode promosi yang cocok dengan budaya setempat.
6.               Menentukan lembaga yang cocok untuk produk ini menurut pikiran konsumen.

2.      Adaptasi Budaya
            Adaptasi budaya(cultural adaptation) mengacu pada penentuan kebijaksanaan bisnis yang sesuai dengan ciri khas budaya suatu masyarakat. Secara esensial, ada tiga lingkup yang tercakup dalam adaptasi bisnis luar negeri: produk, institusi dan individu.
1.      Produk dapat dipasarkan ke luar negeri, dengan dimodifikasi hingga cocok dengan iklim, spesifikasi elektronik, preferensi warna, dan minat luar negeri, atau produk itu dirancang ulang sama sekali agak sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
2.      Tingkah laku institusi meliputi adaptasi organisasi dan interaksi-interaksi bisnis untuk mencocokkan dengan perspektif negara setempat. Misalnya: perusahaan AS di Spanyol mengizinkan para pekerjanya untuk istirahat siang.
3.      Adaptasi tanggapan individu terhadap situasi negara-negara setempat harus benar-benar bebas dari SRC( berdasarkan kriteria sendiri/ self-reference criterion). Adaptasi seperti ini dituntut dalam segala hal arti waktu, tingkah laku sosial, interaksi dalam keluarga, dan lain-lain.

3.      Perilaku Pembeli dalam Suasana Global
            Dalam rangka memahami perilaku pembeli luar negeri, pemasar internasional perlu melakukan empat tugas pokok yang sama dengan yang dibutuhkan oleh pemasar domestik, tetapi di dalam dan di luar pasar-pasar asing:
1.      Mengidentifikasi similaritas dan perbedaan di dalam yang sedang ditinjau.
2.      Memilih model, konsep dan teknik perilaku pembeli untuk pasar yang sedang ditelaah.
3.      Memodifikasi penerapannya untuk memenuhi karateristik pasar.
4.      Menafsirkan hasilnya dalam konteks pasar tersebut.

4.    Membedakan Strategi Lokal dan Global
1.      Pasar industrial(industrial market)
Didalam pasar ini pertimbangan-pertimbangan kultural dan sosial memainkan peran yang relatif kurang penting dalam keputusan pembelian mereka
2.      Pasar Konsumsi(Consumer Market)
Pasar konsumsi terdiri atas pembeli-pembeli yang berkepentingan dalam pemuasan kebutuhan/keinginan pribadi. Mereka lebih umumnya lebih rentan terhadap kekuatan kultural dan sosial dibandingkan para pembeli industrial.

I.      BAURAN PEMASARAN DALAM LINTAS BUDAYA
1.      Organisasi Perusahaan
            Terdapat tiga cara dalam menyusun organisasi agar produk yang dihasilkan mampu menembus pasar sasaran luar negeri.
a.       Perusahaan tetap berada di dalam negeri, dan menjual produk keluar negeri melalui proses ekspor. Mereka menggunakan jasa perusahaan pasar luar negeri sasaran sebagai agen penjualan. Model seperti ini memerlukan pencarian informasi mengenai budaya lokal secara lebih banyak.
b.      Perusahaan dapat membuat perusahaan patungan dengan pihak dalam negeri pasar sasaran, disebut juga sebagai cara aliansi strategi. Model ini jelas lebih dapat diandalkan dalam memahami budaya lokal sehingga strategi-strategi yang dikembangkan tidak bertentangan dengan budaya lokal.
c.       Dengan mendirikan perusahaan di negara dimana produk akan dipasarkan dan kepemilikan tidak di bagi dengan pengusaha dalam negeri. Resiko yang dialami bisa berupa nasionalisasi, pembatasan dari pemerintah, dan lain-lain. Model ini adalah odel yang paling berisiko, walaupun memang potensi profitnya juga tinggi.
2.         Rencana Standarisasi
            Berikut adalah unsur-unsur marketing mix yang perlu dimengerti oleh pemasar internasional dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu negara.
a.      Perencanaan Produk
Perencanaan produk internasional terdiri atas empat jenis:
·         Membuat produk yang sama untuk setiap negara tujuan(straight extention)nmerupakan strategi perencanaan produk yang akan dijual kepasar internasional dengan menciptakan produk yang sama di seluruh pasar luar negeri.
·         Adaptasi Produk (produk adapattion) pendekatan ini biasanya dipakai untuk produk-produk yang memerlukan penyesuaian dalam ukuran karena ada ketidakcocokan pengguna.
·         Pendekatan backward invention pendekatan ini dipakai untuk memasarkan produk ke negara-negara yang berkembang.
·         Pendekatan forward invention pendekatan ini dilakukan terus menerus menciptakan produk yang unggul.
b.      Perencanaan Distribusi
Distribusi produk internasional memerlukan jalur yang panjang. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan distribusi produk adalah jalur distribusi yang tersedia di negara tujuan, ketepatan menggunakan saluran distribusi, perbedaan praktek distribusi dengan negara tujuan, biaya dan faktor-faktor lain.
c.       Perencanaan Promosi
Alasan melakukan promosi  global dan lokal adalah bahwa nama merek perusahaan perlu mendunia, tetapi secara lokal merek perusahaan juga bisa diterima oleh berbagai budaya yang ada. Praktek-praktek promosi khususnya periklanan mungkin yang paling rentan terhadap kesalahan kultural.
d.      Penentuan Harga
Harga atas produk yang tersedia dibayar konsumen tergantung pada nilai perkiraan dan aktual dari produk tersebut.









                                                                     BAB III
                                                          PENUTUP
KESIMPULAN
            Budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol, yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Budaya bukan hanya bersifat abstrak tetapi bisa berbentuk objek material seperti rumah, kendaraan, peralatan elektronik, pakaian, undang-undang, makanan, minuman, musik, teknologi, dan bahasa.
            Produk dan jasa memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi budaya, karena produk mampu membawa pesan makna budaya. Makna budaya akan dipindahkan ke produk dan jasa, dan produk kemudian dipindahkan ke konsumen dalam bentuk pemilikan produk (possession ritual), pertukaran (exchange ritual), pemakaian (grooming ritual), dan pembuangan (divestment ritual).
Dalam pemasaran, analisis lintas budaya sering memerlukan pengidentifikasian implikasi kultur terhadap peran-peran pembelian keluarga, fungsi produk, desain produk, aktivitas promosi dan penjualan, sistem saluran dan penentuan harga. Etnis dapat diartikan sebagai kelompok orang yang mempunyai norma dan nilai spesifik yang sama dalam persepsi dan kognisi yang berbeda dengan persepsi dan kognisi kelompok lain dalam masyarakat yang lebih luas, nilai ini dapat terbentuk dari segi fisik, agama, geografis atau faktor lainnya namun tidak mutlak







                                                       DAFTAR  PUSTAKA

Schiffman, Leon. Leslie Lazar Kanuk. 2008. Perilaku Konsumen. Indonesia: Mancanan Jaya Cemerlang.
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen. Bogor: Ghalia Indinesia
Setiadi, Nugroho J. 2008. Perilaku Konsumen. Jakarta: Prenada Media Group